Penyebaran Islam Di Timur Tengah
Penyebaran Islam Di Timur Tengah
Pendahuluan
Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan negara-negara yang terletak
di Asia Barat dan Afrika Utara. Sebutan “Timur Tengah” digunakan oleh
Kolonialisme Barat untuk menunjuk kawasan di antara Timur Dekat (Turki) dan
Timur Jauh (India dan Cina). Berbicara tentang Timur Tengah tidak bisa tidak
menyinggung dua variabel lainnya, Arab dan Islam. Sedikitnya 25 negara yang mendiami
kawasan ini berpenduduk mayoritas Bangsa Arab dan menjadikan Bahasa Arab
sebagai bahasa resmi mereka. Meskipun tidak sedikit bangsa-bangsa lain yang
mendiami kawasan ini seperti Persia, Berber, Turki, Kurdi dan bangsa lainnya,
namun prosentase masyarakat Arab tetap mayoritas dan tersebar di berbagai
negara di kawasan ini. Sehingga tidak jarang masyarakat menyebut mereka yang
berasal dari Timur Tengah sebagai “orang Arab”.
Sebagaimana identik dengan
Arab, kawasan ini juga identik dengan Islam. Dari sekitar 1,4 miliar umat
Muslim di dunia, sekitar 18% tinggal di negara-negara Arab dan 20% lainnya
tinggal di Afrika. Di kawasan ini juga terletak berbagai situs-situs bersejarah
penting bagi umat Islam, bahkan kota Mekkah dan Madinah merupakan kota suci
yang tiap tahunnya dikunjungi jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia.
Kunjungan yang merupakan ritual wajib para muslim membuat kawasan ini cukup
lekat di telinga para pemeluknya. Karenanya, tak heran meskipun Yahudi dan
Kristen juga lahir di kawasan ini, namun nuansa Islam lebih kental dan melekat
dengan nama Timur Tengah.
Bangsa Arab telah ada jauh sebelum Islam lahir di sana. Bahkan
mereka dikenal telah memiliki peradaban yang mapan. Namun kelahiran dan
perkembangan Islam di Timur Tengah, khususnya bagi Bangsa Arab, memiliki
pengaruh yang tidak sedikit, bahkan dapat disebut fundamental. Tulisan berikut
mengulas peradaban Bangsa Arab sebelum datangnya Islam, ketika Islam dibawa
Nabi Muhammad SAW dan kondisi Arab pasca wafatnya Rasul. Di akhir juga sedikit
diulas beberapa faktor yang menyebabkan banyak konflik di Timur Tengah yang
disebabkan aliran-aliran/sektesekte dalam Islam sendiri.
Pembahasan Arab Pra-Islam
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumput bangsa Kaukasoid, dalam subras Medditerranean yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia, dan Irania. Bangsa Arab hidupnya berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri dari gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lain mengikuti tumbuhan stepa atau padang rumput yang tumbuh secara sporadis di tanah Arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan Padang rumput diperlukan oleh bangsa Badawi, Badawah, Badui, untuk mengembala ternak mereka.
Mereka mendiami wilayah Jazirah Arabia yang dahulu merupakan
sambungan wilayah gurun membentang dari barat Sahara di Afika hingga ke timur
melintasi Asia, Iran Tengah, dan Gurun Gobi di Cina. Wilayah ini sangat kering
dan panas karena uap air laut disekitarnya. Sekalipun begitu, wilayah ini kaya
dengan penghasilan bahan minyak terbesar di dunia.
Bangsa Arab diketahui telah memiliki peradaban jauh sebelum Islam
muncul disana. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa aspek peradaban Arab meliputi
agama, politik, ekonomi dan seni budaya. Sejarawan muslim membagi penduduk Arab
menjadi tiga kategori, yaitu:
1) al-‘Arab
al-Ba’idah: Arab Kuno; 2) ‘Arab al-Arabiyah: Arab Pribumi; dan 3) al’Arab
al-Musta’ribah: Arab pendatang. Eksistensi Arab
Kuno tidak dapat terdeteksi oleh sejarah kecuali beberapa kaum yang dikisahkan
dalam al-Quran dan kitab-kitab pendahulunya. Adapun Arab pribumi adalah dua
golongan besar, yaitu Qahthaniyun dan ‘Adnaniyun yang berasal dari Yaman dan merupakan keturunan Nabi Isma’il AS
yang berdiam di Hijaz, Tahama, Nejad, Palmerah dan sekitarnya (Supriyadi, .Dari
segi tempat tinggal mereka dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu Ahl al-Hadharah (penduduk kota) dan Ahl al-Badiyah (penduduka gurun pasir). Kedua kelompok ini banyak perbedaan dalam
pranata sosial, tata cara, ekonomi, dan politik yang dipengaruhi kondisi
geografi dan kondisi alam dimana mereka tinggal.
Peradaban Arab pra Islam
sering pula dikenal dengan nama Era Jahiliyyah (kebodohan). Penamaan ini tidak murni dikarenakan kebodohan mereka
dalam berbagai segi dan tidak berperadaban, namun karena ketiadaan pengetahuan
mereka akan agama, tata cara kemasyarakatan, politik, dan pengetahuan tentang
ke-Esaan Allah. Adapun dari segi fisik, mereka dinilai lebih sempurna dibanding
orang-orang Eropa dalam berbagai organ tubuh, begitupula dalam sisi pertanian
dan perekenomian yang telah maju. Disamping faktor teologis tersebut, mereka
memiliki beberapa karakteristik khusus yang semakin memperkuat kesan Jahil (bodoh) pada
mereka. Lebih jauh, Ignaz Goldziher, seorang orientalis asal Hongaria bahwa
kondisi masyarakat kala itu bukan hanya jahiliyyah, namun juga barbarisme dan cenderung primitive.
Arab
Saat Kelahiran Islam
Islam diwahyukan oleh Allah melalui seorang hamba dan rasul-Nya
yaitu Muhammad Ibn Abdillah yang lahir pada 12 R. Awwal Tahun Gajah bertepatan
dengan 29 Agustus 571 M di Mekkah. Beliau berasal dari kabilah Quraisy yang
merupakan kabilah terhormat di kalangan bangsa Arab. Beliau menerima wahyu pertamanya
pada umur 40 tahun dan menjadi titik awal lahirnya ajaran agama penyempurna
agama Tauhid dari Nabi Ibrahim, yaitu Islam. Jalan dakwah yang dilaluinya cukup
terjal dan mendapat tekanan dan penolakan dari berbagai pihak. Namun tanpa
mengenal putus asa, beliau tetap melanjutkan misi suci menyampaikan wahyu Allah
kepada manusia. Secara keseluruhan, beliau menghabiskan waktu sekitar 23 tahun
untuk berdakwah menyeru kepada Islam, dengan rincian 13 tahun pertama
dilaksanakan di Mekkah dan 10 tahun selanjutnya di kota Yatsrib atau Madinah
Tujuan Dakwah
Nabi selama 13 Tahun
Tahun di Mekkah adalah penanaman dasar-dasar keimanan dan segala
yang berhubungan dengan aqidah. Hal tersebut dapat dicermati dalam hal-hal yang
dibahas dalam surah Makkiyah yang kental dengan masalah aqidah dan keimanan.
Berbeda dengan periode selanjutnya, di Madinah Nabi mulai menerapkan syari’ah
Islam, hukum-hukum dan pembangunan ekonomi, sebagai dasar kehidupan bernegara
dan bermasyarakat.
Berbagai dasar-dasar
kemasyarakatan Islam diletakkan oleh Nabi demi membangun miniatur negara yang
sesuai dengan konsep Islam. Pertama, pendirian masjid untuk tempat berkumpul dan bermusyawarah
disamping fungsi utamanya sebagai tempat ibadah. Kedua, mempersaudarakan antar kaum muslim pendatang (Muhajirin) dan
penduduk asli Madinah (Anshar) meski tidak memiliki hubungan kekerabatan secara keturunan. Ketiga, membuat
perjanjian untuk bekerja sama dan saling membantu antara kaum muslim dan bukan
muslim.
Kala itu di Madinah setidaknya ada 12 kelompok berbeda yang
mengadakan perjanjian yang disebut Piagam Madinah (Madinah Charter). Kelompok-kelompok tersebut diwakili oleh tiga kelompok besar,
yaitu kaum Muslim, kaum Yahudi dan orang Arab yang belum masuk Islam . Dalam
piagam tersebut sedikitnya terdapat 5 poin kesepakatan antar seluruh penduduk
Madinah yang berbunyi sebagai berikut:
1. Tiap kelompok dijamin kebebasannya dalam beragama,
2. Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah,
3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah,
baik yang muslim maupun non-muslim,
4. Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Nabi Muhammad sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan kepadanya, dan
5. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi, dan kemasyarakatan bagi
negeri Madinah yang baru terbentuk
Dasar berpolitik yang
dijunjung oleh Nabi adalah keadilan. Prinsip keadilan harus dijalankan terhadap
semua penduduk tanpa pandang bulu dan mengakui persamaan derajat seluruh
manusia di hadapan Allah. Prinsip ini cukup berat untuk dipraktikkan mengingat
tradisi Arab yang mengakui keunggulan satu keturunan atau satu kabilah tertentu
atas lainnya. Prinsip lainnya adalah prinsip musyawarah untuk memecahkan segala
persoalan demi tercapainya kemashlahatan Bersama. Prinsip sosial Islam (social justice) juga diperkenalkan menggantikan berbagai tradisi Jahiliyyah
yang kurang (bahkan tidak) berperikemanusiaan Nabi yang juga berdagang
mengajarkan konsep jual-beli yang berbeda dengan tradisi Arab dahulu, tidak ada
lagi monopoli perdagangan maupun sistem ekonomi kapitalis. Derajat wanita yang
dahulu tidak berharga diangkat sedemikian rupa sehingga memiliki derajat yang
setara dengan pria.
Beberapa perubahan sosial lainnya adalah semakin terangkatnya
derajat manusia , terutama para budak belian. Perlahan namun pasti, Nabi
mencoba mengurangi praktik perdagangan budak dan memberikan mereka hak-hak
seperti manusia lainnya. Salah satunya adalah banyaknya hukuman atas perbuatan
dosa dalam Islam mensyariatkan pembebasan budak sebagai hukumannya. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi jumlah budak-budak yang diperjualbelikan kala itu.
Secara tersirat, Islam mengembalikan hak-hak manusia seperti yang
disepakati dalam Piagam Atlantik (The Atlantic
Charter) tentang The Four Freedom of Mankind (empat macam kebebasan manusia). Oleh karena itu, Nabi berupaya
mengurangi peperangan dan konflik yang berujung pertumpahan darah sebagaimana
tradisi suku-suku Arab terdahulu. Alih-alih berperang, Nabi menekankan sifat
saling memaafkan dan berlapang dada. Sikap tersebut amat tampak saat Pembebasan
Mekkah (fathu Makkah),
dimana kaum Quraisy yang amat memusuhi Nabi tidak mendapatkan hukuman,
melainkan pengampunan atas semua kesalahan mereka. Sejarah perang yang terjadi
di zaman Nabi tidak lain karena terlebih dahulu diserang sehingga menuntut
untuk terjadi peperangan. Bila memungkinkan, Nabi lebih memilih cara-cara
diplomasi dan perundingan dibandingkan mengobarkan peperangan.
Bentuk pemerintahan Madinah
sendiri bercorak teokrasi dengan seorang Rasul sebagai kepala pemerintahan dan
kepala negara namun kedaulatan berada di tangan Allah. Konsep yang disebut
Islamic State ini menempatkan Allah sebagai de jure
sovereignty dan Nabi sebagai de facto sovereignty. Selain itu, Nabi juga menerapkan sistem republik dengan bantuan Majelis Syura.
Dalam pemerintahannya, sebagaimana sistem Arab pra-Islam, Nabi juga
menyusun gubernur-gubernur atau wali-wali yang bertanggungjawab dalam berbagai
bidang seperti perekonomian, hukum, peradilan, pertahanan dan keagamaan. Dengan
ini menunjukkan bahwa Islam tidak menolak semua tradisi Arab pra-Islam, namun
mengakomodir berbagai sistem dan adat istiadat yang dipandang baik dan tidak
bertentangan dengan syari’at Islam, seperti konsep pernikahan, sistem
perdagangan dan lain sebagainya.
Arab dan Timur Tengah Pasca Wafatnya Rasulullah SAW
Pasca wafatnya Rasulullah SAW, Arab
bersama-sama dengan Islam mencapai masa kejayaan dan masa keemasan Masa
kejayaan tersebut berkisar sekitar tahun 750 M – 1258 M meskipun ahli lain
menyebutkan bahwa kejayaan Islam dimulai sejak wafatnya Nabi pada tahun 632 M.
Pada masa kejayaan tersebut, Islam berkembang pesat ke berbagai belahan bumi
dan menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan dunia.
Bila
ketika Nabi wafat, seluruh semenanjung Arabia telah tunduk di bawah panji
Islam, pada masa kejayaan ini Islam mulai merambah benua Afrika, Eropa dan
belahan Asia lainnya, baik Tengah, Selatan, Timur maupun Tenggara. Para filsuf,
ilmuwan, dokter, insinyur serta ulama bermunculan dan memberikan banyak
kontribusi terhadap pengembangan teknologi dan kebudayaan .Periodesasi sejarah
Islam sendiri memiliki banyak pendapat dari para ahli dengan berbagai
pertimbangan. Disini akan diambil periodesasi secara garis besar yang umumnya
disepakati oleh para pakar, yaitu sejarah Islam pada periode klasik, periode
pertengahan dan periode modern. Periode klasik dimulai dengan wafatnya Nabi
pada 632 M, dilanjutkan pada masa pemerintahan.
Khulafau’r
Rasyidun dan Dinasti Bani Umayyah yang
berakhir pada 1250 M. Masa ini dikenal sebagai masa ekspansi, integrasi dan
kekuasaan Islam.
Periode pertengahan dimulai dengan berdirinya Dinasti Abbasiyah
pada 1250 M dan dilanjutkan dengan fase munculnya tiga kerajaan besar pada 1500
M – 1800 M. Ketiga kerajaan besar yang dimaksud adalah Kerajaan Turki Utsmany
di Turki, Kerajaan Mughal di India dan Kerajaan Syafawi di Persia. Akhir masa
ini ditutup dengan dimulainya ekspansi negara-negara Eropa ke Timur Tengah dan
Afrika Utara yang menjadi pusat kekuatan Islam.
Periode terakhir adalah periode modern yang merupakan zaman
kebangkitan Islam. Periode ini dimulai sejak tahun 1800 M dan merupakan reaksi
dunia Islam terhadap kolonialisme Barat. Masa kejayaan Islam dahulu mulai menurun dan
sebaliknya, bangsa Eropa sedang mencapai puncak kejayaannya. Pada masa ini
timbullah gerakan pembaharuan atau modernisasi dalam Islam .Aliran ini pula
yang kelak mempelopori desakan untuk merdeka dan bebas dari kungkungan
kolonialisme Barat. Pakar sejarah Islam
lainnya, Prof. Dr. M. Abdul Karim, M.A., M.A., dalam bukunya (2015) membagi
periodesasi tersebut lebih detail dan mendalam. Beliau menambahkan peradaban
Islam di Afrika yang dimulai pada masa Dinasti Umayyah hingga datangnya
Napoleon Bonaparte di Mesir pada 1798 M. Selain itu, beliau juga menambahkan
peradaban Islam di Andalusia pada 711 M hingga 1492 M, peradaban Islam di anak
benua India sekitar 1206 M – 1526 M dan Islam pada masa transisi sebelum
munculnya tiga kerajaan besar, yang ditandai dengan munculnya Dinasti Mamluk di
Mesir dan Dinasti Mongol Islam
Kemajuan Islam pada masa itu
secara tidak langsung ikut meninggikan peradaban dan kebudayaan Arab dan Timur
Tengah, di mana Islam lahir, tumbuh dan berkembang (Palmer, .Pada masa khalifah
Abu Bakar, beliau menerapkan dewan eksekutif dan yudikatif dalam proses
pemerintahannya .Walaupun awal masa ini ditandai dengan beberapa pembangkangan
dari beberapa suku dan kabilah pasca wafatnya Nabi, namun khalifah Abu Bakar
mampu menanggulangi semua itu dan menjaga keutuhan umat Islam dan Arab. Bahkan
prestasi terbesarnya adalah penghimpunan naskah al-Qur’an dalam satu mushaf.
Pada masa khalifah Umar ibn Khaththab, kota Madinah menjelma
menjadi negara adikuasa seiring penaklukan Semenanjung Arabia, Palestina,
Syria, Irak, Persia dan Mesir. Negara Madinah menjadi pusat pemerintahan dengan
struktur kekuasan dan administrasi pemerintahan yang bernafaskan semangat
demokrasi. Ia juga mengelola keuangan dalam bentuk bait al-Maal untuk kesejahteraan umat
dan toleransi. Adapun dimensi isi mencakup tauhid sebagai prinsip
pertama metafisika, etika, aksiologi, masyarakat, serta estetika .Pendek kata,
Islam juga membangun mental masyarakat dan umat muslim di samping membangun
bangunan fisik dan keilmuan.
Penutup
Peradaban Bangsa Arab yang dikenal barbar dan primitif dapat
berangsur membaik dengan datangnya agama Islam. Islam dan berbagai ajarannya
dapat mengentaskan Bangsa Arab dari jurang keterpurukan akhlak dan kubangan
budaya tidak manusiawi. Perlakuan terhadap kabilah lain, wanita, derajat budak
hingga monopoli perdagangan yang sarat dengan ekonomi kapitalisme menjadi bukti
nyata bahwa peradaban Arab pra Islam lebih layak disebut “tidak berperadaban”.
Di tengah berbagai krisis, Islam hadir bagai oase di tengah gurun dengan
berbagai kemajuan, baik dari segi teologi maupun urusan keduniawian.
Tidak berhenti di situ, Islam juga membawa Bangsa Arab ke masa kejayaan mereka dan membuat mereka menjadi “manusia” seutuhnya dan disegani bangsabangsa lain. Tidak dapat dibayangkan bagaimana keadaan Arab tanpa hadirnya Islam di tengah-tengah mereka.
Referensi
Teori Konfik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Supriyadi, Dedi. 2016. Sejarah
Peradaban Islam, cet. VIII. Bandung
Pustaka Setia Syauqi,
Abrari, Ahmad Kastalani, Ansari Dhaha, dll. 2016. Sejarah
Peradaban Islam. Yogyakarta:
Aswaja
Pressindo Taftazani, Abu al-Wafa’ al-Ghanimy. 1979.Madkhal ila at-Tashawwuf
al-Islamy. Kairo: Daru ats-Tsaqafah li
an-Nastr wa’-Tauzi’
Komentar
Posting Komentar